Perda 1 Thn 2011 Pajak Restoran

Perda 1 Thn 2011 Pajak Restoran
                                                                                                                                                
                              Sahabat Cilegonpedia kali ini Admin posting Peraturan Daerah (Perda) Kota Cilegon  tentang Pajak Restoran dengan maksud agar orang Cilegon mengetahui apa saja yang diatur oleh Pemerintah Kota Cilegon tentang Pajak Restoran. Artikel ini Admin salin dari situs Pemerintah yaitu:  http://dppkd.cilegon.go.id. Dan berikut isi Perda yang dimaksud. 

                                                     NOMOR 1 TAHUN 2011

                                                    TENTANG

                                                     PAJAK RESTORAN

                                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



                                               WALIKOTA CILEGON,
Menimbang :  
                    a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang NomorTahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan Pajak Daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah;

b.    bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Restoran merupakan jenis Pajak Kabupaten/Kota;

c.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran;

Mengingat :

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355):
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844;
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
14. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2009 Nomor 1);
15. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 4);
16. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 7);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA CILEGON dan

WALIKOTA CILEGON


MEMUTUSKAN :

Menetapkan      PERATURAN  DAERAH  KOTA  CILEGON  TENTANG  PAJAK

RESTORAN.


 BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Cilegon
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelengara Pemerintahan Daerah.
3. Walikota adalah Walikota Cilegon.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Dinas adalah Dinas yang membidangi pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah.
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah.
7. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
10. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
11. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/ katering.
12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
13. Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
14. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
16. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
1 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
  19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 
   20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
   21. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
   22. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 
   23. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
   24. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan Wajib Pajak.
   25. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukann secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
   26. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
   27. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang dan kewajiban untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Cilegon yang memuat sanksi/ancaman Pidana.
   28. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpjakan daerah.
   29. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.


BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK RESTORAN

Pasal 2

Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. 

Pasal 3

(1)    Objek Pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

(2)  Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik yang dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.

(3)     Tidak termasuk objek pajak restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap bulan.

(4)     Jasa Boga/Katering yang pembayarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


Pasal 4

(1)   Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.

(2)     Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan restoran.


BAB III

DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK RESTORAN

Pasal 5

Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.

Pasal 6

Tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).



BAB IV

CARA PENGHITUNGAN PAJAK RESTORAN

Pasal 7

(1)     Besaran pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)     Pengusaha restoran harus menambahkan pajak restoran atas pembayaran pelayanan di restoran dengan menggunakan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(3)     Dalam hal pengusaha restoran tidak mengenakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka jumlah pembayaran telah termasuk pajak restoran.


BAB V

WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN

Pasal 8

Pajak restoran yang terutang dipungut di wilayah Daerah.


BAB VI

MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG

Pasal 9

Masa pajak restoran adalah 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Walikota.

Pasal 10

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran kepada restoran.

BAB VII

TATA CARA PEMUNGUTAN, PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

PAJAK RESTORAN

Bagian Kesatu

Tata Cara Pemungutan

Pasal 11

(1)     Pemungutan pajak daerah dilarang diborongkan.

(2)     Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(3)     Pajak Restoran adalah jenis pajak yang dipungut dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.

(4)     Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan berdasarkan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.



Pasal 12

(1)     Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan:

a.    SKPDKB dalam hal:

1.    jika berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2.    jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

3.    jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

b.    SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang;

c.    SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(2)     Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(3)     Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(4)     Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(5)     Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya pajak. 


Pasal 28

(1)     Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2)     Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 29

Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. 


Pasal 30

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.


BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan pajak restoran sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 32

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, pajak yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pajak Restoran, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan masih tetap dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.


BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2006 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kota Cilegon Nomor 43) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


                                                         Pasal 34

 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Cilegon.



Ditetapkan di Cilegon

pada tanggal 21 Januari 2011

WALIKOTA CILEGON,

ttd

Tb. IMAN ARIYADI

Diundangkan di Cilegon pada tanggal 21 Januari 2010

SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON,

ttd

ABDUL HAKIM LUBIS

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2011 NOMOR 1

=======================================================================



Penjelasan

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON

NOMOR 1 TAHUN 2011

TENTANG

PAJAK RESTORAN




I.            UMUM

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian Daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hasilnya memadai. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Bentuk pemberian kewenangan tersebut diantaranya dengan memperluas basis pajak Daerah yang ada, antara lain catering/jasa boga termasuk dalam objek Pajak Restoran.

Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pajak Restoran dipandang perlu disesuaikan dengan perundang-undangan tersebut di atas.

Dalam Perda ini memuat ketentuan mengenai nama, objek, subjek pajak, dasar pengenaan, tariff, cara penghitungan, wilayah pemungutan, masa pajak, penetapan, tata cara pembayaran dan penagihanm kadaluarsa, sanksi administratif serta tanggal mulai berlakunya. Sehingga akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.



II           PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas


Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup Jelas

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Cukup Jelas

Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “dilarang diborongkan” adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dimungkinkan adanya kerjasam dengan pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir, atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.

Ayat (2)

Ketentuan ini mengatur tata cara pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD.

Ayat (3)

Cukup Jelas



Ayat (4)

Wajib Pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD.

Jika Wajib Pajak yang diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, dapat diterbitkan SKPKB dan/atau SKPDKBT yang menjadi sarana penagihan.

Pasal 12

Ayat (1)

Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Walikota untuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus tertentu, dengan perkataan lain hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata ata berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.

Contoh :


  1.     Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 2009. setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan SPTPD, maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Walikota dapat menerbitkan SKPDKB atas pajak terutang.
  2.    Seorang Wajib Pajak menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 2009. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, ternyata dari hasil pemeriksaan SPTPD yang disampaikan tidak benar. Atas pajak yang terutang yang kurang bayar tersebut, Walikota dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi administratif.
  3.     Wajib Pajak sebagaiamana dimaksud dalam contoh yang telah diterbitkan SKPDKB, apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, Walikota dapat menerbitkan SKPDKBT.
  4.    Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Walikota ternyata jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, Walikota dapat menerbitkan SKPDN.

Huruf a

Angka 1

Cukup Jelas

Angka 2

Cukup Jelas

Angka 3

Yang dimaksud dengan “penetapan pajak secara jabatan” adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

Huruf b

Cukup Jelas

Huruf c

Cukup Jelas

Ayat (2)

Ketentuan ini mengatur sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu mengenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar. Sanksi administratif berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan ditertibkannya SKPDKB.

Ayat (3)

Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang terutang bertambah, maka Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan 100% (seratur persen) dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi administratif ini tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkannya sebelum diadakan tindakan pemeriksaan.

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 yaitu Wajib Pajak tidak mengisi SPTPD yang seharusnya dilakukannya, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang.

Dalam kasus ini, Kepala Daerah menetapkan pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan SKPDKB.

Selain sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang juga dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebula dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangkawaktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Sanksi administratif berupa bunga dihitung sejak terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14

Cukup Jelas

Pasal 15

Cukup Jelas

 Pasal 16

Cukup Jelas

Pasal 17

Cukup Jelas

Pasal 18

Cukup Jelas

Pasal 19

Cukup Jelas

Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup Jelas

Pasal 23

Cukup Jelas

Pasal 24

Cukup Jelas

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “instansi yang melaksanakan pemungutan” adalah dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Pajak.

Ayat (2)

Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan.





Ayat (3)

Cukup Jelas

Pasal 27

Cukup Jelas

Pasal 28

Cukup Jelas

Pasal 29

Cukup Jelas

Pasal 30

Cukup Jelas

Pasal 31

Cukup Jelas

Pasal 32

Cukup Jelas

Pasal 33

Cukup Jelas

Pasal 34

Cukup Jelas




Sumber: http://dppkd.cilegon.go.id/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perda 1 Thn 2011 Pajak Restoran"

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Membaca Artikel di Website www.cilegonpedia.com, Silahkan Tinggalkan Komentar